Selasa, 04 Mei 2010

Reuni Akbar I GAPPALA “Kebersamaan dalam Keluarga”

Pada usianya yang ke-20 tahun, UKM GAPPALA (Keluarga Pecinta Pengamat Lingkungan dan Alam) Duta Wacana melaksanakan sebuah kegiatan akbar yaitu REUNI ALUMNI GAPPALA. Acara ini diselenggarakan di Hotel Ngesti Laras, Kaliurang, pada tanggal 23 – 25 Oktober 2009 dengan tema “Kebersamaan dalam Keluarga”. Panitia yang diketuai oleh Freenando L. Sitorus (CD 17) juga bekerja sama dengan IKAGAP (Ikatan Alumni GAPPALA) yang saat itu diketuai oleh FX. Budi Purwanto (CD 04).

Acara ini dihadiri oleh alumni GAPPALA yang telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia, di antaranya yaitu datang dari Batam, Riau, Jambi, Banjarmasin, Bontang, Papua, dan beberapa daerah di Pulau Jawa. Total anggota GAPPALA yang hadir adalah 76 orang, di antaranya terdapat 47 orang alumni. Pada acara reuni ini ada juga anggota yang membawa keluarganya, yaitu istri/suami beserta anak-anaknya.

GAPPALA sendiri didirikan pada tanggal 23 September 1989 dan diresmikan sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) pada tanggal 22 Oktober 1989. Generasi pertama GAPPALA dimulai dari Candradimuka (CD) 0.

Ada ungkapan “tak kenal maka tak sayang”. Oleh karena itu, di hari pertama acara dimulai dengan perkenalan oleh para anggota GAPPALA yang hadir, dari CD 20 hingga CD 0. Sebelumya, anggota-anggota baru hanya mendengar nama dan cerita mengenai beberapa alumni dari anggota-anggota yang lebih senior. Tetapi setelah perkenalan, setiap anggota menjadi saling tahu dan mengenal.

Acara reuni memang dikonsep sesantai mungkin agar suasana keakraban dapat tercipta. Di antaranya yaitu kegiatan trekking yang dilaksanakan pada pagi hingga siang hari di hari kedua, dengan jalur melewati hutan di Kaliurang menuju lokasi wisata Tlogo Putri. Dan bersama-sama kembali ke hotel menaiki kereta wisata yang disebut dengan Kancil. Tiba di hotel, kegiatan dilanjutkan dengan permainan.

Namun, di sela-sela kegiatan santai terdapat sebuah acara formal yang membahas mengenai GAPPALA, perkembangan dan permasalahan yang sedang dihadapi. Walaupun begitu, perbincangan tetap dilakukan dengan santai. Selain itu, disediakan juga waktu khusus pada malam hari kedua untuk dapat berinteraksi dengan pihak kampus yang diwakili oleh Drs. Wimmie Handiwidjojo, M.I.T selaku Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan.

Panitia juga mengundang salah satu dosen yang cukup akrab dengan angkatan lama GAPPALA dan merupakan salah satu pendiri GAPPALA yaitu Dr. -Ing. Ir. Paulus Bawole, MIP. Beliau hadir didampingi oleh istri, Dra. Haryati Bawole Sutanto, M.Sc., yang cukup dekat juga dengan angkatan lama GAPPALA. Bincang-bincang berlangsung sangat hangat dan menimbulkan nostalgia bagi para alumni GAPPALA.

Di hari ketiga, dilaksanakan ibadah bersama yang dipimpin oleh salah seorang alumni GAPPALA, Bambang Cahyono.(CD 05). Setelah ibadah, acara dilanjutkan dengan pemilihan pengurus IKAGAP yang baru. Ketua IKAGAP terpilih untuk periode 2009/2019 adalah F. Dani Haryanto L. (CD 01).

Acara terakhir yaitu acara penutupan yang dilaksanakan di gardu pandang Kaliurang. Pada acara penutupan ini masing-masing CD menyampaikan kesan dan pesan selama mengikuti reuni.

Wisata Bahari Karimunjawa

Karimunjawa adalah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk dalam Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Ditetapkan oleh pemerintah Jepara sebagai Taman Nasional sejak tanggal 15 Maret 2001. Dengan luas daratan ±1.500 hektar dan perairan ±110.000 hektar, Karimunjawa kini dikembangkan menjadi pesona wisata Taman Laut yang mulai banyak digemari wisatawan lokal maupun mancanegara.


Karimunjawa adalah rumah bagi terumbu karang, hutan bakau, hutan pantai, serta hampir 400 spesies fauna laut, di antaranya 242 jenis ikan hias. Beberapa fauna langka yang berhabitat di sini adalah elang laut dada putih, penyu sisik, dan penyu hijau.


Mengisi waktu liburan antarsemester, tiga anggota GAPPALA (Johan “Tokek” Susilo, Elly “Teyeng” Pujianto, dan Birgita “Laron” NN Letsoin) sepakat untuk mengadakan perjalanan ke TNKJ. Kegiatan ini berlangsung selama satu minggu (12/06-18/06). Beberapa persiapan sebelum keberangkatan pun dilakukan, meliputi keperluan pribadi, bahan makanan, kamera, dan perlengkapan renang. Tujuan utama perjalanan ini adalah untuk menikmati keindahan alam Karimunjawa, terutama keindahan baharinya.


Perjalanan dari kota Yogyakarta menuju Jepara ditempuh dengan naik bus. Dilanjutkan dengan menyeberang dari Pelabuhan Kartini ke Karimunjawa yang ditempuh dengan kapal ferry selama kurang lebih enam jam. Setiba di Pulau Karimunjawa, tampak banyak billboard yang menampilkan petunjuk-petunjuk wisata. Warga Karimunjawa sangat ramah, sebagian besar menggantungkan hidupnya dari kegiatan wisata dan hasil laut.


Sebelum memulai penjelajahan, mereka singgah dulu ke Tourist Information untuk mengambil brosur dan bertanya lokasi mana yang cocok untuk camping. Selain itu juga menyewa peralatan snorkeling di P. Karimunjawa seharga Rp 25.000,-/hari. Ombak di Karimunjawa tergolong rendah dan jinak, dibatasi oleh pantai yang kebanyakan adalah pantai pasir putih halus sehingga cocok untuk snorkeling dan diving. Namun, tidak semua perairan di Karimunjawa aman untuk melakukan snorkeling atau diving karena terdapat lokasi-lokasi tertentu di mana ikan pari sering muncul.


Dari total 27 pulau yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa, hanya tujuh pulau yang mereka kunjungi yaitu P. Karimunjawa (Tanjung Gelam), P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Geleang, dan P. Burung. Pulau-pulau tersebut merupakan pulau yang paling sering dikunjungi oleh para wisatawan karena letaknya berdekatan. Snorkeling dilakukan selama berada di Tanjung Gelam, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, dan P. Menjangan Kecil, sedangkan di P. Menjangan Besar terdapat penangkaran hiu dan penyu.


Selain menikmati keindahan alam Karimunjawa, terjalin relasi yang cukup dalam dengan warga setempat, terutama di P. Cemara kecil yang hanya dihuni oleh sepasang suami istri yang bertugas untuk membersihkan semak belukar. Di P. Cemara Kecil nantinya akan dibangun resort. Setelah hampir sebulan hanya berdua di pulau kecil tersebut, kedatangan ketiga teman yang singgah dan bermalam disambut dengan sangat baik. Demikian juga saat singgah di P. Geleang yang hanya dihuni oleh satu keluarga.


Akhirnya pada Kamis (18/07) meninggalkan Karimunjawa dengan kenangan akan keindahan dan keramahan warganya untuk kembali ke Yogyakarta. Total pengeluaran per orang untuk perjalanan ini diperkirakan Rp 650.000,00. (tjak, 16.190)

Semeru-Penanjakan-Bromo-Sempu


Keindahan alam Indonesia beraneka ragam, dari gunung, hutan, pantai, hingga laut. Pada tanggal 15 Juli – 24 Juli 2009, empat orang anggota GAPPALA: Johan “Tokek” Susilo, Aldrian “Jentrunk” E. Touwe, Christian “Wedhus” Victor H., dan Theodosius “Bledug” Waruwu melakukan perjalanan Semeru-Penanjakan-Bromo-Sempu, dari keindahan alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan gunung-gunungnya ke Cagar Alam Pulau Sempu dengan hutan-hutannya yang lebat.

Perjalanan dimulai hari Rabu (15/07/2009) menuju Malang dengan kereta api, dilanjutkan naik angkot ke Tumpang. Dari Tumpang dijemput dengan Jeep, lalu menginap semalam di Desa Jeru. Keesokan harinya berangkat menuju basecamp Ranu Pane.

Untuk bisa memasuki kawasan TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) terdapat beberapa ketentuan yang harus diikuti, di antaranya yaitu melapor ke kantor TNBTS, menyerahkan fotocopy identitas dua lembar per orang, materai Rp 6.000,- untuk keperluan surat izin pendakian, dan membayar biaya restribusi untuk empat orang Rp 35.000,- (termasuk izin ke bromo Rp 6.000,- dan biaya retribusi satu kamera Rp 5.000,-). Untuk turis biaya restribusi kamera Rp 50.000,-. Warga Indonesia yang bermaksud membuat film di TNBTS dikenai biaya Rp. 2,5 juta, sedangkan untuk warga asing Rp. 5 juta.

Saat tiba di basecamp Ranu Pane melapor lagi dan mengisi buku tamu. Oleh petugas basecamp diinformasikan bahwa pendakian hanya diizinkan sampai di Kali Mati karena sudah sekitar tiga bulan kawah Jonggring Seloka tidak mengeluarkan letusan vulkanik, tetapi kalau nekat resiko tanggung sendiri.

Dari basecamp Ranu Pane, pendakian dimulai menuju lokasi camp Ranu Kumbolo. Perjalanan yang ditempuh sekitar lima jam dengan istirahat sejenak di pos 3 untuk makan siang. Suasana di sekitar Danau Ranu Kumbolo cukup ramai oleh para pendaki yang telah lebih dulu mendirikan tendanya di sana.

Keesokan harinya (17/07/2009) pukul 09.30 pendakian kembali dimulai menuju Arcopodo (3600 mdpl), lokasi camp terakhir sebelum Puncak Mahameru (3.676 mdpl). Jalur yang dilalui yaitu Tanjakan Cinta, Sabana Oro-Oro Ombo, hutan pinus, dan Kali Mati. Di shelter Kali Mati makan siang dan istirahat sejenak sebelum mencapai Arcopodo.

Setelah menginap semalam di Arcopodo, pendakian dilanjutkan pukul 03.00 agar dapat melihat sunrise di Puncak Mahameru. Perjalanan yang cukup berat ditempuh selama kurang lebih empat jam melalui jalan yang berdebu, berpasir halus, dan terjal. Setiba di puncak, telah banyak pendaki lain yang sedang mengabadikan momen berada di Puncak Mahameru. Pemandangan dari Puncak Mahameru sangat indah. Setelah puas berfoto, keempat teman kita turun dari puncak dan menginap lagi semalam di Ranu Kumbolo. Keesokan harinya (19/07/2009) tiba di basecamp pukul 13.20.

Mereka beristirahat semalam di basecamp dan pada hari Minggu (20/07/2009) pukul 01.50 dijemput dengan jeep menuju Penanjakan melewati Bromo dengan jarak kurang lebih 40 km yang rutenya naik turun serta berkelok-kelok. Untuk menyewa jeep dari basecamp Ranu Pane menuju Penanjakan, Bromo, dan kembali ke Tumpang diperlukan Rp 600.000,-.

Tiba di Penanjakan pukul 03.10 dan menunggu terbitnya matahari untuk menyaksikan panorama Gunung Bromo, Batur, dan Semeru. Karena keindahan panoramanya, Pananjakan ramai dikunjungi wisatawan, lokal maupun asing.

Pada hari ke-7 (Senin, 21/07/2009), perjalanan menuju Pulau Sempu dimulai, naik angkot dari pasar Tumpang ke Sendang Biru. Pulau Sempu yang memiliki luas 877 hektar ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan SK. GB No. 26 pada tanggal 15 Maret 1928. Sebelum menyeberang, terlebih dahulu melapor ke kantor Cagar Alam Pulau Sempu di Sendang Biru untuk izin berkemah, lalu menyerahkan KTP untuk dicatat dan mengisi buku tamu.

Jika dibutuhkan, petugas kantor CA Pulau Sempu juga siap mengantar untuk menjelajahi Pulau Sempu menuju lokasi-lokasi lainnya di dalam Pulau Sempu. Karena pulau sempu ini luas, hutannya masih lebat, dan bisa tersesat jika tidak mengenal rute menuju lokasi-lokasi tertentu seperti menuju Telaga Lele, Pantai Kembar 1, Pantai Kembar 2, Pantai Pasir Panjang, Segara Anakan, dll. Lokasi yang paling umum dikunjungi seperti Segara Anakan jalurnya jelas, namun tetap saja butuh petunjuk dari petugas. Agar tidak tersesat, petugas menggambarkan peta menuju lokasi camp di Segara Anakan.

Dari Pantai Sendang Biru menyeberang ke Pulau Sempu diperlukan waktu sekitar lima belas menit. Kapal tidak dapat merapat di Tanjung Semut, pintu masuk ke Pulau Sempu, yang didominasi oleh hutan bakau dan rawa-rawa sehingga keempat teman kita harus berjalan di air setinggi lutut.

Untuk mencapai lokasi kemah di Segara Anakan harus melewati hutan yang lebat dengan pohon-pohon yang tinggi dan lembab dengan waktu sekitar satu setengah jam. Segara Anakan merupakan pantai pasir putih yang dikelilingi bukit dan tebing-tebing karang. Terdapat sebuah celah karang yang dinamai Karang Bolong, ini merupakan celah tempat masuknya air laut pada saat pasang. Karang Bolong ini selalu dihantam ombak pada saat ombak besar datang dari Samudra Hindia.

Sayangnya selama berada di Segara Anakan, cuaca selalu mendung dan hujan sehingga tidak dapat menikmati cerahnya matahari di Segara Anakan. Selama berada di Pulau Sempu juga mengunjungi Pantai Kembar 1, Pantai Kembar 2, dan Pantai Pasir Panjang.

Akhirnya pada hari Jumat (24/07/2009) mereka meninggalkan Pulau Sempu dengan hutannya yang lebat dan keragaman satwanya untuk mulai perjalanan pulang menuju Yogyakarta. Total biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan ini, sudah termasuk transport dan logistik (konsumsi), sekitar Rp 400.000,- per orang. (tjak, 16.190)

Jumat, 30 April 2010

Nonton Bareng Film "Earth"

Kamis (22/04/2010), GAPPALA mengadakan acara nonton bareng di teras gedung UKM untuk memperingati Hari Bumi. Film berjudul “Earth” buatan BBC yang diputar cocok sekali dengan tema hari itu. Para penonton—yang walau tak banyak—tampak sangat menikmati kisah yang disampaikan dan visual alam yang mengagumkan. Film “Earth” diproduksi selama 5 tahun di 200 tempat berbeda di dunia, detail keindahan alamnya sangat mempesona.

Tak ada unsur manusia yang ditunjukkan dalam film dokumenter berdurasi sekitar 90 menit itu—kecuali di bagian behind the scene. Jadi kita benar-benar melihat seperti apa kehidupan makhluk hidup lain di luar kota-kota besar yang didirikan manusia. Di tempat yang sering kita sebut 'alam liar' dan 'laut lepas' yang ada di permukaan bumi. Mereka yang hidup di sana berjuang sangat keras untuk kelangsungan hidupnya, di alam yang kita anggap sangat indah, tapi juga bisa sangat kejam.

Ironisnya, kehidupan dan alam sedang bergeser ke arah yang tidak baik karena perubahan iklim. Memang tidak disampaikan bahwa manusia turut menyebabkan es di Kutub Utara lebih cepat mencair setiap tahunnya. Tetapi sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan mahluk hidup lain di planet ini, sudah sepatutnya kita mempertimbangkan setiap tindakan yang kita lakukan—akan membawa bumi ini ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.

Karena rumah kita hanya satu, Bumi. Satu-satunya planet di alam semesta yang sampai saat ini diketahui sebagai planet yang aman dan nyaman bagi makhluk hidup. Ke mana kita harus pergi kalau Bumi, rumah kita ini, sudah tidak layak untuk didiami? Jadi, pedulilah.

Sumber: disini

AD/ART GAPPALA Duta Wacana

Mengunduh AD/ART terbaru GAPPALA Duta Wacana disini